MonitorUpdate.com – Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Indonesia tetap terjaga hingga akhir triwulan II-2025, di tengah ketidakpastian global akibat tensi geopolitik dan kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat.
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan optimistis pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini akan bertahan di kisaran 5%.
Dalam konferensi pers usai rapat berkala III pada 25 Juli 2025, KSSK menegaskan pentingnya sinergi antarotoritas untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Komite ini terdiri dari Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Ketua Dewan Komisioner OJK, dan Ketua Dewan Komisioner LPS.
“Walaupun ketidakpastian global tinggi, sistem keuangan domestik tetap resilien, didukung koordinasi kebijakan yang solid,” demikian pernyataan resmi KSSK, Senin (28/7/2025).
Dampak Global Masih Membayangi
KSSK mencermati sejumlah dinamika eksternal, termasuk eskalasi ketegangan di Timur Tengah dan kebijakan tarif AS yang sempat memicu retaliasi Tiongkok pada April lalu. Kondisi ini turut menekan proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Bank Dunia dan OECD sama-sama merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi 2,9%—turun dari sebelumnya 3,2% dan 3,1%.
Ekonomi Tiongkok tercatat tumbuh 5,2% yoy di triwulan II, turun dari 5,4% pada triwulan sebelumnya akibat melemahnya ekspor. Sementara India menunjukkan ketahanan berkat kuatnya investasi. Negara berkembang lain justru mengalami tekanan karena pelemahan ekspor dan perdagangan global.
Aliran modal global juga mulai bergeser ke aset safe haven seperti emas dan aset di Eropa dan Jepang. Hal ini turut menekan dolar AS dan memperkuat sejumlah mata uang emerging markets, termasuk Indonesia.
Dukungan Kebijakan Domestik
Meski tantangan eksternal masih tinggi, KSSK menyatakan bahwa fondasi ekonomi Indonesia tetap kuat. Konsumsi rumah tangga dan daya beli tetap terjaga, aktivitas usaha menunjukkan ketahanan, dan APBN terus memainkan peran penting sebagai instrumen stabilisasi.
Surplus neraca dagang hingga Mei 2025 mencapai USD15,38 miliar, naik dari USD13,06 miliar pada periode yang sama tahun lalu. Sementara itu, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga dan memperlonggar likuiditas makroprudensial guna mendorong kredit ke sektor prioritas.
Kebijakan penurunan tarif resiprokal AS terhadap Indonesia dari sebelumnya 30% menjadi 19% disebut menjadi katalis positif bagi ekspor sektor padat karya seperti tekstil, furnitur, dan alas kaki. Di sisi lain, pembebasan tarif impor produk asal AS berpotensi menekan harga domestik di sektor energi dan pangan.
Namun demikian, KSSK juga mengingatkan perlunya kewaspadaan terhadap kontraksi sektor manufaktur. Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur per Juni 2025 tercatat di level 46,9, mengindikasikan aktivitas industri masih melemah.
Proyeksi 2025 Tetap Kuat
Melalui sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan, KSSK memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2025 berada di kisaran 5,0%. Pemerintah juga terus mendorong percepatan deregulasi dan penguatan peran swasta, termasuk melalui optimalisasi program Danantara.
“Dengan strategi kebijakan yang terkoordinasi, multiplier effect terhadap perekonomian akan lebih besar,” tulis KSSK.
(MU01)