MonitorUpdate.com — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mencetak capaian penting dalam diplomasi ekonomi internasional. Pemerintah Amerika Serikat (AS) resmi menurunkan tarif bea masuk terhadap produk ekspor Indonesia, dari semula 32 persen menjadi 19 persen.
Langkah ini dinilai sebagai bukti kemampuan Indonesia membangun kepercayaan diplomatik dan kekuatan negosiasi di tengah tekanan kebijakan proteksionis global, terutama dari pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Ini bukan soal angka semata. Penurunan tarif ini adalah cermin keberhasilan Indonesia dalam memainkan diplomasi ekonomi secara strategis dan adaptif,” ujar Direktur Pascasarjana Studi Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D., kepada MonitorUpdate.com, Selasa (16/7/2025).
Menurut Umam, pencapaian tersebut tidak bisa dianggap sepele. Ia menilai keberhasilan diplomasi Indonesia semakin signifikan karena terjadi saat posisi diplomatik Indonesia di Washington belum ideal.
“Saat negosiasi berlangsung, kita bahkan belum punya Duta Besar definitif di AS. Tapi pemerintah mampu meyakinkan Washington untuk menurunkan tarif. Itu artinya ada diplomatic trust terhadap Indonesia,” katanya.
Umam menyebut kepercayaan tersebut tak mungkin muncul tanpa pendekatan diplomasi yang konsisten, profesional, dan pragmatis.
“Pendekatan pragmatic engagement jadi kunci. Kita berhasil menunjukkan bahwa Indonesia adalah mitra dagang sekaligus mitra geopolitik yang bisa dipercaya, terutama di kawasan Indo-Pasifik,” jelasnya.
Jangan Terlena, Saatnya Diversifikasi Pasar
Meski menilai capaian ini patut diapresiasi, Umam mengingatkan pemerintah agar tidak terlena. Menurutnya, tantangan global belum selesai dan Indonesia harus mulai bersiap menghadapi babak baru kompetisi ekonomi.
“Pemerintah harus berani menggarap pasar-pasar non-tradisional seperti Afrika, Asia Selatan, dan Timur Tengah. Kita tak bisa terus bergantung pada AS atau mitra lama lainnya,” tegasnya.
Umam juga mendorong agar Indonesia tidak lagi mengekspor bahan mentah dalam jumlah besar. Menurutnya, kunci peningkatan daya tawar Indonesia di mata dunia adalah melalui industrialisasi dan pengembangan produk teknologi tinggi.
“Kalau kita ingin dihormati di meja perundingan global, maka produk ekspor kita harus naik kelas. Jangan cuma kirim bahan mentah,” ujarnya.
Usulan Gugus Tugas Diplomasi Ekonomi
Lebih lanjut, Umam mendorong pembentukan gugus tugas lintas kementerian yang fokus pada diplomasi ekonomi. Tim ini, kata dia, harus bisa bergerak cepat dan responsif terhadap dinamika global.
“Perwakilan kita di luar negeri jangan hanya jadi penonton. Mereka harus punya mandat kuat dan sumber daya cukup untuk jadi ujung tombak kepentingan ekonomi nasional,” ujar Umam.
Selain itu, Umam menyoroti pentingnya membangun kekuatan ekonomi dari dalam. Mulai dari penguatan rantai pasok, insentif riset dan inovasi, hingga keberpihakan terhadap produk lokal dalam pengadaan pemerintah.
“Penurunan tarif ini harus dilihat sebagai peluang. Tapi kalau kita tidak punya fondasi ekonomi dalam negeri yang kokoh, semua itu bisa jadi sia-sia,” pungkasnya.
(mu01)