MonitorUpdate.com – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 di depan sidang bersama DPR/MPR, Jumat (16/8/2025).
Dalam pidatonya, Presiden menekankan pentingnya menjaga optimisme di tengah perlambatan ekonomi global, sekaligus memperkenalkan delapan agenda prioritas sebagai pendorong utama pertumbuhan.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, belanja RAPBN mencapai Rp3.786,5 triliun atau meningkat 7,3 persen dibanding tahun sebelumnya. Sementara itu, pendapatan negara ditargetkan tumbuh 9,8 persen menjadi Rp3.147,7 triliun. Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 2026 berada di level 5,4 persen.
Wakil Rektor Universitas Paramadina Handi Risza mengapresiasi optimisme yang disampaikan Presiden. Namun, ia mengingatkan bahwa target tersebut harus dibarengi dengan sikap realistis.
“Optimisme tersebut tentu harus dibarengi dengan cara pandang yang tetap realistis dan down to earth,” ujarnya, Jumat (16/8/2025).
Menurut Handi, sejumlah lembaga internasional justru menyampaikan proyeksi yang lebih rendah. International Monetary Fund (IMF) melalui laporan World Economic Outlook (WEO) edisi Juli 2025 memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2026 sebesar 4,8 persen.
Proyeksi serupa disampaikan Bank Dunia dalam Global Economic Prospects (GEP) Juni 2025, yang menurunkan prediksinya menjadi 4,8 persen akibat meningkatnya ketegangan perdagangan global dan tingginya ketidakpastian kebijakan ekonomi.
Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menegaskan bahwa RAPBN 2026—yang merupakan rancangan anggaran pertama di bawah pemerintahannya—akan memprioritaskan delapan program utama.
Di antaranya ketahanan pangan, ketahanan energi, program makan bergizi gratis (MBG), pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi desa dan UMKM, pertahanan, serta percepatan investasi dan perdagangan.
“Delapan agenda prioritas inilah yang diharapkan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi yang direncanakan sebesar 5,4 persen,” kata Handi mengutip Presiden.
Presiden juga menekankan pentingnya mengoptimalkan Danantara serta menggandeng sektor swasta nasional dan global untuk menghimpun pendanaan di luar APBN. Menurutnya, APBN harus berperan secara lebih proporsional untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan penguatan layanan publik.
Meski demikian, Handi mengingatkan bahwa tantangan ke depan tidak ringan. Ia menyoroti stagnasi ekonomi yang dirasakan dalam satu dekade terakhir serta berkurangnya kelas menengah hingga 10 juta orang dalam lima tahun terakhir.“Perekonomian kita seperti kehilangan daya dan kekuatan untuk bangkit,” ujarnya.
Handi juga menekankan perlunya reformasi struktural untuk meningkatkan efektivitas APBN. RAPBN 2026, lanjutnya, diharapkan mampu memangkas biaya ekonomi tinggi dan memperbaiki daya saing tenaga kerja nasional, sehingga Indonesia tidak terus tertinggal dari negara tetangga seperti Vietnam.
“Optimisme Presiden Prabowo terhadap RAPBN 2026 tidak bisa berdiri sendiri. Semua pemangku kepentingan harus berkomitmen mendukung pelaksanaan APBN yang efektif, efisien dan berkualitas—menjadikan setiap satu rupiah anggaran betul-betul digunakan bagi kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya.
(MU01)