MonitorUpdate.com — Ombudsman Republik Indonesia memperingatkan pemerintah terkait situasi darurat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang semakin mengkhawatirkan.
Lonjakan jumlah korban yang terjadi sejak awal 2025 dinilai sebagai sinyal kuat bahwa langkah-langkah pencegahan masih jauh dari kata efektif.
Anggota Ombudsman RI Johanes Widijantoro menyatakan bahwa lambatnya penetapan Rencana Aksi Nasional (RAN) TPPO 2025–2029 merupakan bentuk maladministrasi yang serius. Hingga pertengahan Agustus 2025, dokumen strategis ini belum juga ditetapkan oleh pemerintah.
“Temuan kami menunjukkan lemahnya pengawasan, minimnya koordinasi antar-lembaga, dan tidak optimalnya perlindungan terhadap korban,” ujar Johanes di Jakarta, Jumat (15/8/2025) lalu.
Data internal Ombudsman, yang diperkuat pemberitaan media nasional, mencatat 609 kasus TPPO dengan 1.503 korban hanya dalam periode Januari–Maret 2025. Angka ini sudah lebih dari separuh jumlah korban sepanjang 2024 yang mencapai 2.179 korban dari 843 kasus.
“Tren ini membuktikan bahwa ketika kebijakan dan aksi lapangan terlambat, korban akan terus bertambah,” tegas Johanes.
Ombudsman mendesak Presiden untuk segera menetapkan RAN TPPO 2025–2029 dengan target yang jelas, realistis, dan terukur. Selain itu, Polri selaku Ketua Gugus Tugas TPPO diminta menginisiasi penyusunan rencana aksi secara terpadu, memperkuat koordinasi lintas lembaga, menaati SOP penanganan korban, serta menindak tegas para pelaku tanpa pandang bulu.
Ombudsman juga menilai kementerian dan lembaga terkait di tingkat pusat perlu bergerak serentak melalui langkah yang komprehensif: mulai dari pencegahan, penanganan, hingga pemulihan korban. Dukungan berkelanjutan bagi penyintas TPPO dianggap sebagai bagian penting dan tidak boleh diabaikan.
“Setiap korban TPPO merupakan bukti nyata kegagalan sistem perlindungan warga. Lambannya penetapan RAN TPPO mengirim sinyal bahwa pencegahan belum menjadi prioritas,” pungkas Johanes.
(MU01)