Ombudsman Ingatkan Restorative Justice di RUU KUHAP Hanya untuk Pidana Ringan

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih. (Photo: Antara)
Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih. (Photo: Antara)

MonitorUpdate.com – Ombudsman RI meminta agar mekanisme keadilan restoratif atau restorative justice dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) tidak berlaku untuk semua perkara pidana. Skema ini dinilai hanya tepat diterapkan pada kasus ringan dengan ancaman hukuman di bawah empat tahun penjara.

Ketua Ombudsman RI Mokhammad Najih menegaskan perlunya aturan tegas terkait restorative justice dalam RUU KUHAP. Menurutnya, mekanisme ini tidak boleh diberikan pada tindak pidana berat karena berpotensi menimbulkan ketidakadilan.

“RUU KUHAP perlu mengatur ini, termasuk jenis dugaan tindak pidana apa yang bisa diberikan mekanisme keadilan restoratif,” ujar Najih dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Baca juga: Harga Beras Melonjak, Ombudsman: Bukan Karena Stok Minim, Tapi Tata Kelola Amburadul

Najih menilai restorative justice memang penting, tetapi batasannya harus jelas. Jika diterapkan untuk kasus besar, hal itu justru bisa melemahkan hukum dan merugikan korban.

Pandangan serupa disampaikan peneliti Universitas Cambridge, Ahmad Novindri Aji Sukma. Ia mengatakan restorative justice sebaiknya hanya berlaku untuk pidana ringan, dimediasi mediator bersertifikat, dan hasilnya disahkan jaksa atau hakim.

“Restitusi korban juga harus menjadi komponen wajib, beserta publikasi ringkas hasil restorative justice untuk akuntabilitas,” kata Ahmad.

Ahmad mencontohkan praktik di Amerika Serikat lewat skema Deferred Prosecution Agreement (DPA) atau Non-Prosecution Agreement (NPA).

Dalam mekanisme itu, perusahaan yang terjerat kasus hukum bisa mengakui kesalahan, membayar denda, memperbaiki tata kelola, hingga menjalankan program kepatuhan. Jika syarat dipenuhi, penuntutan bisa dihentikan.

Menurutnya, model ini bisa menjadi inspirasi karena menekankan transparansi dan reformasi lembaga, bukan hanya penghukuman.

Latar Belakang:
Keadilan restoratif belakangan menjadi sorotan di Indonesia. Konsep ini dianggap bisa mengurangi beban perkara di pengadilan sekaligus memberi ruang pemulihan bagi korban maupun pelaku. Namun sejumlah pihak khawatir mekanisme ini disalahgunakan dalam kasus besar untuk melindungi pelaku dari jerat hukum.

Karena itu, pembahasan RUU KUHAP di DPR dipandang penting untuk memastikan restorative justice tidak menjadi celah hukum. Aturan yang jelas diyakini dapat menjaga kepentingan korban sekaligus memperkuat integritas sistem peradilan pidana di Indonesia.

(MU01)

Share this article