Instrumen Baru BI-OJK: Pendalaman Pasar Keuangan atau Hanya Tambah Jargon?

Photo: bi.go.id

MonitorUpdate.com – Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan perbankan nasional kembali meluncurkan inisiatif untuk memperdalam pasar keuangan domestik. Kali ini lewat penandatanganan Perjanjian Induk Derivatif Antarbank dan peluncuran fitur Matchmaking Overnight Index Swap (OIS) di Jakarta, Jumat (26/9/2025).

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menegaskan, pembentukan harga yang lebih kredibel dan peningkatan volume transaksi menjadi kunci. Instrumen seperti repo, OIS, serta di pasar valas lewat Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) dan FX Swap, disebut sebagai fondasi penting untuk menekan volatilitas.

“Dengan fitur matchmaking OIS, harga akan terbentuk lebih efisien dan interaksi pasar lebih lancar,” klaim Destry. Hingga Agustus 2025, BI mencatat rata-rata harian transaksi DNDF mencapai USD 212 juta, naik sepuluh kali lipat sejak 2018.

Baca juga: Juda Agung Gabung OJK: Harapan Baru atau Potensi Konflik Kepentingan?

Namun, keberhasilan instrumen baru ini masih bergantung pada sejauh mana perbankan benar-benar bertransaksi, bukan sekadar meneken kontrak. “Komitmen jangan hanya di atas kertas,” Destry mengingatkan.

Dari sisi pengawasan, OJK menekankan penggunaan INDONIA sebagai acuan OIS untuk mendukung kredibilitas dan transparansi suku bunga rupiah, mengikuti reformasi global. “Kami akan lakukan pemantauan agar manfaat instrumen berbasis INDONIA benar-benar dirasakan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae.

Industri perbankan sendiri tampak antusias: 56 bank menandatangani 105 kontrak derivatif baru dan 23 komitmen margin. Tapi, seberapa jauh kontrak-kontrak ini akan berdampak nyata terhadap pembiayaan sektor riil masih tanda tanya.

Selama ini, jargon “pendalaman pasar” kerap digaungkan otoritas keuangan, tapi realisasinya masih terbatas pada instrumen yang hanya dimanfaatkan kalangan bank besar.

Pertanyaannya: apakah instrumen baru ini akan membantu dunia usaha memperoleh pembiayaan lebih murah, atau justru menambah kompleksitas pasar yang belum sepenuhnya dipahami pelaku kecil dan menengah?

Jika sinergi lintas otoritas dan industri hanya berhenti pada seremoni dan jargon efisiensi, pasar keuangan domestik berisiko menjadi “pasar eksklusif” yang jauh dari kepentingan publik.

BI dan OJK kini dituntut membuktikan bahwa pasar uang dan valas yang lebih “efisien dan transparan” benar-benar memperkuat pembiayaan ekonomi berkelanjutan, bukan sekadar catatan indah dalam laporan tahunan.

(MU01)

Share this article