Dari Jakarta, Paramadina Kirim Pesan Global soal Demokrasi dan Masa Depan Dunia

Universitas Paramadina menggelar konferensi internasional bertajuk International Conference on Democracy, Prosperity, Sustainability, and Peace: Problems and Prospects selama dua hari 1-2 Oktober 2025.
Universitas Paramadina menggelar konferensi internasional bertajuk International Conference on Democracy, Prosperity, Sustainability, and Peace: Problems and Prospects selama dua hari 1-2 Oktober 2025.

MonitorUpdate.com – Demokrasi dunia sedang diuji. Ketidaksetaraan ekonomi kian tajam, krisis iklim mengancam pembangunan, sementara geopolitik global diguncang konflik berkepanjangan. Dari Jakarta Timur, Universitas Paramadina mencoba memberi jawaban.

Selama dua hari, 1–2 Oktober 2025, kampus ini menggelar konferensi internasional bertajuk International Conference on Democracy, Prosperity, Sustainability, and Peace: Problems and Prospects. Forum ini mempertemukan para pemikir dari berbagai belahan dunia untuk mencari jawaban atas pertanyaan paling mendasar: masihkah demokrasi relevan di abad ke-21?

“Konferensi ini bukan sekadar ruang akademik, tapi forum strategis mencari solusi nyata,” kata Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini. Pandangannya sejalan dengan Dr. Sunaryo, Ketua LPPM Paramadina, yang menegaskan perlunya perguruan tinggi keluar dari menara gading dan terjun langsung menjawab tantangan global.

Baca Juga: Bisnis Ramah Buruh dan Lingkungan, Realita atau Slogan? Paramadina-ILO Dorong

Para pakar internasional hadir memberi perspektif. Dari Amerika Serikat, Prof. Benjamin Gregg bicara soal demokrasi dan teknologi; dari Australia, Greg Barton mengupas ancaman ekstremisme; sementara dari India, Prof. Susmita Sen Gupta mengulas wajah demokrasi Asia. Akademisi lokal tak kalah vokal: Prof. Iin Mayasari, Assoc. Prof. Herdi Sahrasad, hingga perwira tinggi TNI dari Universitas Pertahanan RI.

Isu dekolonisasi teori juga mencuat, menyoroti dominasi wacana Barat dalam ilmu sosial. Forum ini bahkan meluncurkan buku tentang hubungan bilateral Tiongkok-Asia Pasifik, seolah menegaskan pergeseran arus kekuatan global.

Namun pertanyaan kritis tetap menggantung: seberapa jauh wacana dalam ruang konferensi ini bisa menjangkau realitas? Demokrasi di Asia masih dihantui oligarki, krisis iklim tak menunggu, dan perdamaian global terancam perang yang tak kunjung padam.

Dengan sponsor dari BCA, Bursa Efek Indonesia, dan Universitas Pertahanan RI, konferensi ini menandai langkah Paramadina menjadi pemain penting dalam percakapan global.

Dari kampus swasta di Jakarta, pesan yang dikirim jelas: masa depan demokrasi, kemakmuran, keberlanjutan, dan perdamaian adalah agenda bersama umat manusia.

(MU01)

Share this article