Menkeu Purbaya: Pajak E-Commerce Baru Jalan Jika Ekonomi Tumbuh 6 Persen

Menkeu
Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa. (Foto: net)

MonitorUpdate.com – Pemerintah tampaknya belum berani menekan pedal pajak untuk sektor digital. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan, penerapan pajak e-commerce baru akan dilakukan jika ekonomi Indonesia benar-benar pulih dan tumbuh di atas 6 persen.

Menkeu Purbaya mengatakan pemerintah masih menunda penerapan pajak e-commerce terhadap pedagang daring. Menurutnya, ekonomi nasional memang mulai membaik, namun belum cukup kuat untuk menanggung kebijakan baru di tengah pemulihan yang belum tuntas.

“Mungkin kita sudah akan recover, tapi belum recover fully. Let’s say ekonomi tumbuh 6 persen atau lebih, baru saya pertimbangkan (pajak e-commerce). Jadi menterinya saya,” ujar Purbaya saat ditemui seusai Investor Daily Summit 2025, Kamis (9/10/2025).

Baca Juga: Menkeu Pastikan TKD Tak Dipotong, Malah Berpeluang Ditambah

Pernyataan itu menegaskan arah kebijakan fiskal pemerintah yang masih menahan rem terhadap sektor digital. Pemerintah tampak memilih menjaga momentum pemulihan konsumsi rumah tangga dan daya beli pelaku usaha kecil di platform digital ketimbang menambah penerimaan pajak secara cepat.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menegaskan penundaan penerapan pajak e-commerce hingga Februari 2026, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025.

Aturan ini mengatur penunjukan marketplace sebagai pemungut PPh Pasal 22 atas transaksi pedagang dalam negeri, dengan tarif 0,5 persen, bersifat final maupun tidak final. Merchant juga wajib menyerahkan data penjualan kepada marketplace untuk menjadi dasar pemungutan pajak.

Meski terlihat teknis, kebijakan ini sebenarnya menyentuh aspek fundamental ekonomi digital: keseimbangan antara keadilan fiskal dan ruang tumbuh inovasi. Jika diterapkan terlalu cepat, kebijakan ini dikhawatirkan membebani UMKM digital yang baru pulih pascapandemi.

Namun di sisi lain, pemerintah berpotensi kehilangan tambahan penerimaan dari sektor digital yang kian ekspansif. Data Bank Indonesia mencatat nilai transaksi e-commerce 2024 mencapai lebih dari Rp500 triliun, tumbuh dua digit setiap tahun.

Kritikus fiskal menilai penundaan ini menunjukkan dilema klasik pemerintah: antara menjaga pertumbuhan dan memperluas basis pajak. “Momentum digitalisasi besar, tapi jika terlalu cepat dipajaki, bisa kontraproduktif,” ujar seorang ekonom yang enggan disebut namanya.

(MU01)

Share this article