Arsjad Rasjid Soroti Bonus Demografi dan Turunnya Daya Beli Masyarakat

Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid
Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid

MonitorUpdate.com — Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid, memperingatkan bahwa bonus demografi Indonesia bisa menjadi bencana jika tidak dikelola dengan tepat. Ia juga menyoroti penurunan daya beli masyarakat dan meningkatnya ketimpangan di sektor ketenagakerjaan sebagai tantangan utama perekonomian nasional.

Hal ini disampaikan Arsjad saat menjadi pembicara utama dalam forum Meet The Leaders yang diselenggarakan Universitas Paramadina, Sabtu (19/7/2025), di Auditorium Benny Subianto, Jakarta. Forum tersebut mengusung tema “Driving Inclusive Growth: Innovation, Industrialization and Energy Transition for Job Creation”.

“Saat ini bukan sekadar soal pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 4,7 persen, tapi soal masyarakat yang tidak punya uang. Daya beli kita turun tajam,” kata Arsjad di hadapan sivitas akademika Universitas Paramadina.

Menurutnya, kondisi ekonomi global yang dipengaruhi konflik geopolitik seperti perang Rusia-Ukraina, dampak politik AS, hingga perlambatan ekonomi Tiongkok, semakin memperburuk ketahanan ekonomi domestik. Namun, ia menilai tantangan utama justru berasal dari dalam negeri, terutama pada aspek ketenagakerjaan.

Berdasarkan data yang dikutip Arsjad, meski angka pengangguran terbuka menurun, jumlah penganggur meningkat menjadi lebih dari 7,28 juta orang. “Yang lebih memprihatinkan, hampir 60 persen angkatan kerja kita masih berada di sektor informal. Ini menunjukkan lemahnya penciptaan lapangan kerja formal,” ujarnya.

Ia juga mengkritik strategi investasi yang dinilai lebih padat modal dibanding padat karya, sehingga tidak memberikan dampak langsung terhadap penyerapan tenaga kerja. “Banyak tantangan investasi: soal tanah, pungli, perizinan. Ini yang harus dibenahi,” tegasnya.

Fenomena brain drain juga menjadi perhatian. Arsjad menyebut tenaga kerja terampil Indonesia, mulai dari perawat hingga insinyur, banyak yang memilih bekerja di luar negeri karena insentif yang lebih tinggi. “Bukan karena mereka tidak cinta negeri ini, tapi karena peluang dan penghasilan di luar jauh lebih baik,” ujarnya.

Arsjad menyampaikan strategi yang ia sebut sebagai pendekatan 3G (Grow People, Gear Up Industry, Go Green) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan.

Grow People, yakni membangun kualitas sumber daya manusia agar mampu bersaing secara global. “Hari ini hanya sekitar 10 persen tenaga kerja lulusan S1. Mayoritas justru lulusan SD dan SMP,” katanya.

Gear Up Industry, yaitu mendorong reindustrialisasi berbasis nilai tambah dan pemerataan. Ia menyoroti potensi hilirisasi mineral dan manufaktur strategis yang dapat menambah hingga US$25 miliar pada PDB nasional.

Go Green, yakni menjadikan transisi energi sebagai peluang pertumbuhan. Ini mencakup pelatihan ulang tenaga kerja dari sektor tinggi emisi, pembiayaan hijau untuk UMKM, serta pelibatan masyarakat lokal dalam proyek transisi energi.

Acara ini dipandu ekonom Wijayanto Samirin dan dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini. Melalui program Meet The Leaders, kampus ini berupaya menghadirkan para tokoh nasional ke tengah mahasiswa guna memperluas perspektif dan memperkuat kepemimpinan generasi muda. (01MU)

Share this article