MonitorUpdate.com – Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menekankan agar Kementerian Haji dan Umrah yang baru dibentuk mampu memaksimalkan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi. Menurutnya, langkah ini krusial untuk menyelesaikan persoalan klasik penyelenggaraan haji, mulai dari tingginya biaya perjalanan hingga panjangnya antrean jemaah.
Hidayat menyambut positif instruksi Presiden Prabowo Subianto yang meminta agar biaya haji lebih terjangkau tanpa menurunkan kualitas layanan. Salah satu opsi yang ia dorong adalah memangkas masa tinggal jemaah di Arab Saudi dari 40 hari menjadi 30 hari.
“Kalau masa tinggal jemaah bisa dipangkas menjadi 30 hari, maka biaya haji berpotensi berkurang sekitar Rp5 juta per orang. Itu salah satu hal yang harus dilobi secara serius ke pemerintah Saudi,” kata Hidayat dalam Rapat Kerja Komisi VIII DPR dengan Menteri Agama Nasaruddin Umar, Kepala BPH Mochammad Irfan Yusuf, dan Kepala BPKH Fadlul Imansyah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/8/2025).
Ia menambahkan, alasan masa tinggal yang panjang selama ini kerap dikaitkan dengan keterbatasan bandara dan sistem penerbangan di Arab Saudi. Padahal, kata Hidayat, ada sejumlah bandara internasional lain selain Jeddah dan Madinah yang bisa dimanfaatkan, seperti di Taif dan Qassim.
“Dengan lobi yang kuat, pemerintah Saudi bisa membuka akses bandara-bandara ini untuk jemaah Indonesia,” ujarnya.
Politikus PKS itu juga menyoroti mahalnya tiket pesawat yang menjadi salah satu komponen terbesar dalam ongkos haji. Ia menilai sistem kontrak penerbangan yang berlaku saat ini merugikan jemaah karena tetap membayar tiket penuh meski salah satu rute kosong.
“Secara fikih juga perlu dikaji, apakah adil jemaah membayar sesuatu yang tidak mereka gunakan. Ini harus jadi bahan negosiasi serius Kementerian Haji ke depan,” tegasnya.
Selain soal biaya, Hidayat mengingatkan agar kuota haji yang diberikan Saudi bisa dimanfaatkan optimal. Tahun ini, masih ada 171 kuota reguler dan 148 kuota khusus yang tidak terisi.
“Jumlahnya memang kecil, tapi dengan antrean panjang yang ada, setiap kuota yang tak terserap berarti menambah daftar tunggu. Maka kementerian baru harus memastikan kuota terserap penuh,” ujarnya.
Hidayat menutup dengan menegaskan bahwa Kementerian Haji dan Umrah harus jadi garda terdepan melanjutkan pengalaman panjang Kementerian Agama, sekaligus membawa terobosan melalui jalur diplomasi.
“Daftar masalah sudah jelas, mulai dari kuota, biaya, hingga pelayanan. Tinggal bagaimana kementerian baru nanti bisa menyelesaikannya lewat lobi dan kerja sama yang lebih kuat dengan Saudi,” pungkasnya. (MU01)