DPR Jawab 17+8 Tuntutan Rakyat, Enam Keputusan Penting Diumumkan

Sufmi Dasco Ahmad
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Sufmi Dasco Ahmad.

MonitorUpdate.com – DPR RI akhirnya merespons gelombang desakan publik yang dikemas dalam 17+8 Tuntutan Rakyat. Dalam rapat konsultasi bersama pimpinan fraksi, parlemen menyepakati enam langkah konkret yang diumumkan pada Jumat (5/9/2025).

Keputusan itu ditandatangani oleh Ketua DPR RI Puan Maharani bersama tiga wakil ketua, yakni Sufmi Dasco Ahmad, Saan Mustofa, dan Cucum Ahmad Syamsurijal.

Dasco menegaskan, langkah ini menjadi jawaban awal atas tuntutan publik yang menyoroti transparansi, fasilitas anggota DPR, hingga akuntabilitas kinerja parlemen.

Baca juga: Desakan PBB soal HAM, DPR: Indonesia Punya Mekanisme Hukum Sendiri

“Pada hari ini kami menyampaikan hasil keputusan rapat konsultasi pimpinan DPR dengan pimpinan fraksi-fraksi DPR RI yang dilaksanakan kemarin,” kata Dasco.

Enam Keputusan DPR
Berikut enam poin keputusan yang diambil DPR:
1. Penghentian tunjangan perumahan anggota DPR per 31 Agustus 2025.
2. Moratorium kunjungan kerja luar negeri, kecuali undangan kenegaraan, berlaku sejak 1 September 2025.
3. Pemangkasan tunjangan dan fasilitas DPR, termasuk biaya listrik, telepon, komunikasi intensif, dan transportasi.
4. Hak keuangan dihentikan bagi anggota DPR yang dinonaktifkan partai politiknya.
5. Penonaktifan anggota DPR yang bermasalah akan ditindaklanjuti Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) berkoordinasi dengan mahkamah partai.
6. Penguatan transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi serta kebijakan parlemen.

Menjawab Tekanan Publik
Keputusan ini muncul setelah publik mendesakkan 17+8 Tuntutan Rakyat, yang antara lain meminta:
• Pembentukan tim investigasi independen atas kasus pelanggaran HAM dalam demonstrasi 28–30 Agustus.
• Penghentian keterlibatan TNI dalam pengamanan sipil.
• Pembebasan demonstran yang ditahan.
• Transparansi anggaran DPR dan evaluasi fasilitas anggota dewan.
• Penegakan hukum terhadap aparat yang melakukan kekerasan.

Tuntutan itu dibagi dua tenggat waktu: 31 Agustus 2025 untuk isu darurat seperti HAM, keterlibatan aparat, dan fasilitas DPR, serta 31 Agustus 2026 untuk reformasi jangka panjang, termasuk reformasi DPR, partai politik, perpajakan, kepolisian, dan penguatan KPK.

Sebagai catatan, diketahui bahwa, enam langkah DPR tersebut dinilai baru menyentuh aspek fasilitas dan transparansi, sementara tuntutan publik jauh lebih luas, mulai dari isu HAM, peran TNI-Polri, hingga reformasi struktural.

Respons DPR ini diperkirakan masih akan menuai reaksi dari mahasiswa, buruh, dan kelompok masyarakat sipil yang menunggu tindak lanjut lebih konkret.

(MU01)

Share this article