Harga Beras Melonjak, Ombudsman: Bukan Karena Stok Minim, Tapi Tata Kelola Amburadul

Yeka Hendra Fatika
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika

MonitorUpdate.com – Ombudsman Republik Indonesia menilai lonjakan harga beras belakangan ini bukan disebabkan oleh minimnya stok, melainkan buruknya tata kelola perberasan nasional. Kondisi ini bahkan berpotensi menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah.

“Publik kini menghadapi situasi harga mahal, kualitas rendah, dan distribusi terbatas. Jika ini dibiarkan, akan meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara pangan,” kata Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Ombudsman mencatat, stok Bulog saat ini mencapai 3,9 juta ton, namun lebih dari 1,2 juta ton sudah berumur di atas enam bulan. Jika tidak segera disalurkan, ada risiko pembuangan (disposal) sekitar 300 ribu ton dengan potensi kerugian negara Rp4 triliun.

Baca juga: Korban Terus Bertambah, Ombudsman Desak Presiden Tetapkan Rencana Aksi Nasional TPPO 2025–2029

Selain itu, penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) baru 302 ribu ton atau 20 persen dari target 1,5 juta ton. Rata-rata distribusi harian hanya 2.392 ton, jauh di bawah kebutuhan nasional sekitar 86.700 ton.

“Baik SPHP maupun bantuan pangan belum mampu menekan harga beras. Harga di pasaran tetap di atas HET, bahkan mencapai Rp37.500 per kilogram untuk beras non-premium,” ujar Yeka.

Potensi Maladministrasi
Ombudsman menyoroti sejumlah potensi maladministrasi, mulai dari risiko disposal stok, distribusi SPHP yang tidak berkualitas, hingga ketersediaan beras di ritel modern yang terbatas.

Kondisi ini, menurut Yeka, memperbesar biaya pengelolaan Bulog dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan. Total potensi kerugian negara akibat tata kelola buruk di sektor beras diperkirakan mencapai Rp3 triliun.

Rekomendasi untuk Pemerintah
Untuk mengatasi persoalan ini, Ombudsman merekomendasikan lima langkah:
1. Memperkuat operasi pasar SPHP dengan jaminan kualitas.
2. Mengoptimalkan peran Satgas Pangan dalam evaluasi distribusi.
3. Menciptakan iklim usaha yang sehat dan transparan.
4. Memastikan bantuan pangan tersalurkan hingga akhir 2025.
5. Melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengevaluasi tata kelola pangan secara menyeluruh.

“Ombudsman akan melakukan investigasi lanjutan terkait tata kelola cadangan beras pemerintah. Presiden sebaiknya menugaskan BPKP agar pembagian peran antarinstansi lebih jelas dan akuntabel,” tegas Yeka.

(MU01)

Share this article