MonitorUpdate.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tak berpangku tangan menyikapi dugaan penggelembungan anggaran proyek Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh. Lembaga antirasuah itu menegaskan telah bergerak mengumpulkan informasi tanpa harus menunggu laporan dari mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan pihaknya sejak awal bersikap proaktif dalam menelusuri setiap dugaan tindak pidana korupsi, termasuk proyek strategis nasional seperti KCIC.
“Kami tidak menunggu. Kalau mengetahui ada tindak pidana korupsi, di mana pun itu, kami berkewajiban mengumpulkan informasi dan bukti-bukti terkait,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa malam (21/10/2025).
Baca Juga: KPK Tahan Komisaris Utama PT IAE, Diduga Terlibat Korupsi Jual-Beli Gas PGN Senilai USD 15 Juta
Asep menyebut, publik dapat berperan langsung membantu KPK dengan memberikan informasi awal. Langkah itu, menurut dia, justru mempercepat proses pengusutan.
“Silakan masyarakat, termasuk Pak Mahfud, menyampaikan data yang dimiliki. Itu bisa mempermudah dan mempercepat proses kami,” ujarnya.
Pernyataan Asep muncul setelah Mahfud MD lewat kanal YouTube pribadinya pada 14 Oktober lalu, mengungkap dugaan mark up biaya proyek kereta cepat Jakarta–Bandung. Mahfud menyebut biaya pembangunan per kilometer di Indonesia mencapai 52 juta dolar AS, sedangkan di Tiongkok hanya sekitar 17–18 juta dolar AS.
“Naik tiga kali lipat. Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” kata Mahfud dalam video tersebut.
Ucapan Mahfud itu sontak memicu perhatian publik. Banyak pihak mendesak aparat penegak hukum menelusuri aliran dana proyek bernilai triliunan rupiah itu, yang sejak awal menuai sorotan karena pembengkakan biaya dan pembiayaan dari pinjaman luar negeri.
KPK sejauh ini belum mengumumkan adanya penyelidikan resmi terkait dugaan mark up tersebut. Namun pernyataan Asep menjadi sinyal bahwa lembaga itu mulai membuka radar atas kemungkinan adanya pelanggaran hukum dalam proyek kereta cepat pertama di Asia Tenggara itu. (MU01)