MonitorUpdate.com – Sekitar 400 pemuka agama dan perwakilan organisasi keagamaan dari berbagai daerah di Indonesia mengikuti pelatihan bertema “Hutan, Manusia, dan Bumi” yang digelar oleh Interfaith Rainforest Initiative (IRI) Indonesia pada 11–12 Juni 2025.
Digelar di dua lokasi berbeda—Gedung BMKG, Jakarta, dan Gedung BRIN, Gatot Subroto—kegiatan ini bertujuan mendorong keterlibatan aktif komunitas keagamaan dalam pelestarian hutan tropis, yang kian terancam oleh deforestasi dan perubahan iklim. Acara ini juga disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube resmi BMKG dan IRI Indonesia.
“Hutan adalah anugerah yang menjaga keseimbangan alam. Ketika hutan rusak, hidup manusia pun ikut terganggu,” ujar Dr. Hayu Prabowo, Fasilitator Nasional IRI Indonesia, saat membuka acara. Menurutnya, menjaga kelestarian hutan tidak bisa dibebankan hanya pada pemerintah atau aktivis lingkungan. “Perlu keterlibatan semua pihak, termasuk para pemuka agama yang memiliki pengaruh moral dan spiritual di tengah masyarakat,” tegasnya.
Pelatihan ini menghadirkan sejumlah narasumber dari lembaga-lembaga riset dan pemerintahan, termasuk BMKG, BRIN, Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KHT), BNPB, hingga lembaga internasional CIFOR-ICRAF. Para ahli membawakan materi seputar peran hutan dalam menjaga iklim global, teknologi pemantauan cuaca dan hutan, hingga strategi mitigasi bencana hidrometeorologi.
Pada hari pertama, Deputi Modifikasi Cuaca BMKG Dr. Tri Handoko Seto menjadi pembicara kunci. Ia menyoroti keterkaitan erat antara degradasi hutan dan makin ekstremnya cuaca di Indonesia—dari kekeringan hingga banjir. Materi juga dibawakan oleh pakar klimatologi, peneliti mitigasi bencana, dan fasilitator dari BMKG.
Sementara itu, pada hari kedua, para peserta mendapat pembekalan dari sejumlah peneliti BRIN dan CIFOR-ICRAF, termasuk Prof. Dr. Heru Purnomo yang membahas peran masyarakat dalam tata kelola hutan berkelanjutan. Tak hanya teori, peserta juga diajak mengunjungi fasilitas pemantauan cuaca dan belajar langsung tentang teknologi penginderaan jauh.
“Ini bukan sekadar forum diskusi, tapi langkah awal membangun gerakan kolektif berbasis iman untuk menjaga bumi,” kata Dr. Hayu. Ia berharap para pemuka agama dapat membawa pesan-pesan pelestarian lingkungan ke dalam khotbah, ceramah, dan ajaran keagamaan mereka.
IRI Indonesia menilai, keterlibatan tokoh agama sangat penting dalam memperkuat narasi pelestarian alam di tengah umat. “Dengan menyatukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai spiritual, kita bisa menciptakan aksi nyata yang lebih berdampak,” katanya.
Kegiatan ini menjadi penanda penting bahwa krisis iklim bukan hanya isu ilmiah atau politik, tetapi juga persoalan moral dan spiritual. Melalui kolaborasi antara ilmuwan, pemerintah, dan komunitas agama, diharapkan hutan tropis Indonesia dapat terus terjaga bagi generasi mendatang. (MU01)