MonitorUpdate.com – Sabtu siang di Kertanegara bukan sekadar pertemuan makan siang. Dua presiden—yang satu baru lengser, yang lain baru berkuasa—berbincang selama hampir dua jam. Silaturahmi, kata pemerintah. Tapi bagi publik, sulit menepis dugaan: apakah Jokowi masih ikut menentukan arah pemerintahan Prabowo?
Kediaman Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, kembali jadi panggung politik. Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) hadir, disambut hangat oleh penggantinya, Presiden ke-8 RI Prabowo Subianto.
Pertemuan pada Sabtu (4/10/2025) itu dikemas sederhana: makan siang di rumah bercat putih. Namun, narasi “silaturahmi” terasa terlalu tipis untuk menutupi bobot politiknya.
Baca Juga: 11 Purnawirawan TNI Dapat Pangkat Istimewa dari Prabowo, Ini Daftar Namanya
Menteri Sekretariat Negara, Prasetyo Hadi, menyebut pembicaraan kedua tokoh berkisar pada isu-isu kebangsaan. “Tentu banyak hal yang dipercakapkan mengenai masalah-masalah kebangsaan. Termasuk memberikan masukan ke depan sebaiknya seperti apa,” ujarnya, Minggu (5/10/2025).
Frasa “masukan” itulah yang kemudian memicu spekulasi. Jokowi disebut-sebut masih ingin menjaga pengaruh di lingkar kekuasaan, meski statusnya kini mantan presiden. Tak dijelaskan apa isi nasehat yang diberikan, tapi publik mafhum: Jokowi meninggalkan warisan politik, ekonomi, dan birokrasi yang sulit dilepaskan begitu saja dari arah pemerintahan baru.
Pertemuan ini juga menambah catatan tentang relasi unik keduanya. Dari rival sengit di dua kontestasi Pilpres, Jokowi dan Prabowo bertransformasi menjadi rekan politik dalam satu kabinet, hingga kini saling berkunjung ketika kursi RI-1 sudah berganti. Pola hubungan itu menunjukkan konsistensi: persaingan tetap ada, tapi komunikasi tak pernah benar-benar putus.
Dalam suasana transisi kekuasaan yang penuh tantangan—dari stabilitas ekonomi, ancaman geopolitik, hingga konsolidasi politik dalam negeri—pertemuan dua presiden ini menyimpan simbol penting. Jokowi ingin tetap didengar, Prabowo perlu menjaga keseimbangan.
Pertanyaan kritisnya: apakah pertemuan di Kertanegara murni silaturahmi, atau awal dari “politik dua matahari” yang terus berputar di langit kekuasaan Indonesia?
(MU01)