Rantai Narkoba dari Madura hingga Balikpapan: Ketika Ibu, Anak, dan Sepatu Jadi Jalur Peredaran

 

MonitorUpdate.com – Selama bulan Juli 2025, Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) DKI Jakarta mengungkap dua kasus besar peredaran sabu yang melibatkan jaringan antarprovinsi, dari Madura hingga Aceh. Total 3.160,8 gram sabu disita dari tujuh tersangka, termasuk seorang ibu dan anak, serta dua kurir yang menyelundupkan sabu dalam sol sepatu.

Kepala BNNP DKI Jakarta Awang Joko Rumitro mengatakan, pengungkapan ini menjadi cerminan masih masifnya distribusi narkotika yang menjadikan Jakarta sebagai pasar sekaligus titik edar utama. “Dari total barang bukti, kami menyelamatkan sekitar 6.322 jiwa dari bahaya narkoba,” kata Awang dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/7/2025).

Ibu dan Anak dalam Jaringan Madura
Kasus pertama melibatkan dua orang yang punya hubungan darah: NA dan AZ—anak dan ibunya sendiri. Mereka terlibat dalam jaringan sabu yang dikendalikan seseorang berinisial AC (masih buron) dari Bangkalan, Madura.

Berbekal informasi masyarakat, petugas BNN menangkap NA pada Minggu dini hari (13/7/2025) di gerbang Terminal Tanjung Priok. Dari tangannya, petugas menyita sabu seberat 2.142,2 gram yang dikemas dalam plastik bergambar durian, disembunyikan di dalam tas. NA mengaku mengambil barang itu dari Madura atas perintah AC, dan akan menyerahkannya pada AZ di Jakarta.

AZ diamankan tak lama berselang di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. AZ-lah yang diduga menjadi penghubung ke jaringan distribusi di Kampung Boncos, Jakarta Barat—wilayah yang sejak lama dikenal sebagai titik merah peredaran narkoba.

AZ menjanjikan upah Rp15 juta kepada anaknya untuk mengambil sabu. Baik NA maupun AZ dijerat Pasal 114 ayat (2) dan Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika, dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Sabu di Sepatu: Jejak Jaringan Aceh
Kasus kedua terungkap pada Selasa dini hari (8/7/2025) di Bandara Soekarno-Hatta. Petugas gabungan BNN dan Bea Cukai mencurigai dua penumpang Citilink rute Medan–Jakarta. Pemeriksaan badan menemukan empat bungkus sabu seberat 1.018,6 gram disembunyikan dalam sol sepatu mereka.

Kedua tersangka, MS alias C dan M alias N, menyebut nama J alias AG di Aceh sebagai pemasok. Setelah dikembangkan, J ditangkap di Aceh Timur pada 9 Juli. Barang tersebut menurutnya akan dikirim kepada saudaranya, AF, di Balikpapan, Kalimantan Timur.

Pengejaran berlanjut. AF ditangkap pada 11 Juli pukul 03.30 WITA di Balikpapan, diikuti penangkapan EP alias AT, yang sebelumnya mentransfer uang muka sebesar Rp50 juta. Sabu itu rencananya akan diedarkan di Balikpapan.

Para tersangka dijerat pasal berlapis dalam UU Narkotika, dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun.

Jakarta sebagai Titik Edar dan Target
Dua kasus ini menguatkan fakta bahwa Jakarta tetap menjadi titik sentral peredaran narkoba. Modus yang digunakan pun semakin beragam—mengandalkan kedekatan keluarga, menyamarkan sabu dalam alas sepatu, hingga melibatkan penerbangan komersial.

Kampung Boncos, misalnya, masih menjadi langganan distribusi. Kawasan padat yang dikenal rawan ini bahkan sering disebut “pasar terbuka” narkotika di Jakarta.

Data BNN juga menunjukkan bahwa distribusi narkoba kini tak mengenal batas administratif. Satu jaringan bisa menjangkau tiga hingga empat provinsi dalam satu rangkaian distribusi. Penangkapan dari Madura hingga Kalimantan Timur menunjukkan skema ini semakin sistematis.

(mu01)

Share this article